DJPb APBN Kalimantan Tengah Catatkan Kinerja Baik

Sumber gambar: https://kalteng.antaranews.com/

Palangka Raya (ANTARA) - Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Kalimantan Tengah menyatakan APBN Regional Kalimantan Tengah mencatatkan kinerja yang baik pada awal tahun anggaran 2024. "Realisasi Pendapatan APBN per 15 Maret 2024 mencatatkan Rp1.791,2 miliar atau tumbuh 6,3 persen (yoy)," kata Kakannwil DJPb Kalimantan Tengah Wawan Juswanto di Palangka Raya, Jumat.

Pendapatan tersebut didorong oleh realisasi Pajak Dalam Negeri yang terdiri dari PPh Non Migas sebesar Rp915,5 miliar yang naik sebesar 3,4 persen (yoy) dan PPN sebesar Rp707,1 miliar yang naik sebesar 13,1 persen (yoy). "Capaian tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat di awal 2024 dan dampak positif implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan," terangnya.

Hanya saja, penerimaan pajak 2024 diperkirakan masih diwarnai dengan kewaspadaan sejalan dengan tren fluktuasi harga komoditas dan normalisasi basis penerimaan. Sementara itu di sisi lain, kinerja Belanja APBN per 15 Maret 2024 mencapai Rp4.679,9 miliar (15,6 persen) atau tumbuh 14,4 persen, (yoy), terdiri dari Belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan Belanja Transfer Ke Daerah (TKD).

Realisasi Belanja K/L mencapai Rp1.152,7 miliar (17,5 persen) atau tumbuh 27,3 persen (yoy). Namun demikian, kenaikan tersebut lebih didorong oleh Belanja Barang yang mencapai Rp547,8 miliar atau tumbuh 174 persen (yoy) karena akselerasi belanja pada satuan kerja yang terkait dengan persiapan penyelenggaraan Pemilu 2024.

Realisasi belanja TKD mencapai Rp2.532,8 miliar atau naik 18,0 persen (yoy), dengan kontributor utama terdapat pada komponen Dana Bagi Hasil sebesar Rp 1.326,5 miliar dan Dana Alokasi Umum sebesar Rp 1.716,5 miliar atau tumbuh 25,9 persen (yoy). "Kondisi ini merupakan dampak dari peningkatan kinerja penerimaan sektor minerba batubara pada tahun anggaran sebelumnya," tuturnya.

Lebih lanjut dia menyampaikan, perkembangan ekonomi dan fiskal regional Kalimantan Tengah pada awal 2024 terus mengalami perbaikan walaupun masih dibayangi kondisi ketidakpastian kondisi global. Khusus pada bulan Februari dan Maret 2024, terdapat dua hal yang menjadi perhatian utama, yaitu Pemilu 2024 dan Pembayaran THR 2024.

 

Sumber Berita:

  1. https://kalteng.antaranews.com/berita/687117/djpb-apbn-kalimantan-tengah-catatkan-kinerja-baik, Jumat, 29 Maret 2024.
  2. https://www.rri.co.id/palangkaraya/keuangan/612251/apbn-regional-kalteng-mencatatkan-kinerja-baik-capaian-rp-1-791-2-miliar, Kamis, 28 Maret 2024.

 

Catatan:

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Regional Kalimantan Tengah mencatatkan kinerja yang baik karena didorong oleh realisasi Pajak Dalam Negeri, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (3) menyatakan bahwa Subjek pajak dalam negeri adalah:

  1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
  2. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
    • pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    • pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
    • penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
    • pembukuannya diperiksa oleh apparat pengawasan fungsional negara; dan
  3. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 1 menyatakan bahwa “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”.

Adapun Pajak Penghasilan (PPh) non-minyak dan gas (Non Migas) adalah pajak penghasilan yang merupakan hasil alam maupun industri namun yang bukan termasuk dalam kategori minyak bumi dan gas alam. Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi:

  • Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
  • Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.

Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas transaksi penyerahan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi pengusaha kena pajak (PKP).[1]

Kinerja yang baik atas APBN Regional Kalimantan Tengah dikarenakan dampak positif implementasi UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU HPP mencakup tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, Pajak Karbon, hingga Cukai. Pengesahan UU HPP tujuannya adalah untuk meningkatkan kemudahan berusaha dan iklim investasi, memperluas lapangan pekerjaan, hingga percepatan pertumbuhan ekonomi.[2]

Penerimaan pajak 2024 diperkirakan masih diwarnai dengan kewaspadaan sejalan dengan tren fluktuasi harga komoditas dan normalisasi basis penerimaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian fluktuasi adalah gejala yang menunjukkan turun-naiknya suatu harga.

Faktor utama yang menyebabkan harga komoditas sering mengalami fluktuasi adalah karena kondisi cuaca yang tidak menentu serta gangguan hama pertanian memicu kegagalan panen sehingga otomatis harga mengalami kenaikan. Selain itu infrastruktur Indonesia yang masih belum merata dapat menghambat jalur distribusi pangan yang akan membuat harga di tempat tujuan distribusi menjadi mahal. Perubahan harga komoditas bahan pangan dapat menjadi penyumbang terbesar laju inflasi dikarenakan dengan jumlah cukup besar, permintaan bahan makanan akan menjadi cukup tinggi. Namun terkadang penawaran belum cukup mampu untuk memenuhi permintaan tersebut, sehingga akhirnya mendorong laju inflasi.[3]

Adapun menurut KBBI normalisasi adalah tindakan menjadikan normal (biasa) kembali, tindakan mengembalikan pada keadaan, hubungan, dan sebagainya yang biasa atau yang normal. Dalam hal ini harmonisasi dalam basis penerimaan, berdasarkan UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Penerimaan negara terbagi atas 2 jenis penerimaan, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut penerimaan negara bukan pajak (PNBP), PNBP diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Kinerja Belanja APBN tumbuh karena didorong oleh Belanja Barang terkait dengan persiapan penyelenggaraan Pemilu 2024 dan Realisasi belanja TKD. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 1 Angka 69 menyatakan bahwa Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

[1] Ari Irfano. “Aturan PPN 11% dan Cara Menghitungnya“ diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/ppn-11-persen-dan-cara-menghitungnya-lt6489e0a257733/#_ftn1, pada Tanggal 30 Maret 2024 Pukul 18.00.

[2]        Mohklas, M., Pancawardani, N. L., Yulianti, E., & Ratnasari, D. “Sosialisasi Dan Implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)”. Volume 2, Jurnal Abdimas Indonesia, 2022, Hal. 316-323.

[3] Santoso, Teguh. “Aplikasi Model GARCH pada data inflasi bahan makanan Indonesia periode 2005-2010”. Volume 13, Jurnal Organisasi dan Manajemen, 2011, Hal. 65-76.

Download: DJPb APBN Kalimantan Tengah Catatkan Kinerja Baik