Berdayakan Ekonomi Keluarga untuk Penurunan Stunting

Sumber gambar: https://kaltengtoday.com/

PALANGKA RAYA – Dalam percepatan penurunan stunting Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya juga berupaya untuk menggerakkan ekonomi keluarga. Maka melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPKB P3APM) Kota Palangka Raya, menggelar Workshop untuk memberdayakan ekonomi keluarga bersama kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) peduli Stunting se-Kota Palangka Raya.

Workshop yang berlangsung di Rumah Jabatan Wali Kota Palangka Raya, dibuka secara langsung oleh Pj Wali Kota Palangka Raya, Hera Nugrahayu yang diwakili Plt Asisten Administrasi Umum Setda Kota Palangka Raya, Alman P Pakpahan, Senin (22/7/2024).

Alman menjelaskan, tahun 2024 akan difokuskan pada Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, khususnya untuk akseptor KB dan keluarga stunting di Kampung Keluarga Berkualitas. Program ini merupakan bagian dari upaya nasional untuk mendukung pembangunan manusia melalui pengurangan memiskinan dan peningkatan pelayanan dasar. Dengan tujuan utama memperkuat kemandirian ekonomi keluarga akseptor melalui kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA PENTING) Peduli Stunting.

“Kami berharap keluarga akseptor KB dan stunting di kelompok UPPKA dapat menjadi motor penggerak dan pengaruh bagi keluarga lain untuk meningkatkan kemandirian ekonomi,” ujar Alman.

Sementara itu, Kepala DPPKBP3APM Kota Palangka Raya, dr Fitriyanto Leksono menambahkan, target penurunan stunting di Kota Palangka Raya pada tahun ini minimal 12 persen. Ia menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak dalam upaya ini, termasuk kader posyandu, akseptor KB, lurah, dan camat. Workshop ini juga menjadi bagian integral dari strategi Pemerintah Kota dalam menangani masalah stunting.

“Sehingga melalui pembekalan ini, diharapkan pengetahuan dan strategi sederhana dapat disampaikan kepada semua pihak terkait untuk mendukung upaya penurunan stunting, khususnya dalam menciptakan pangan yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak selama 1000 hari pertama kehidupan,” tambahnya. (mut/ans).

Sumber Berita:

  1. https://kaltengpos.jawapos.com/daerah/palangkaraya/24/07/2024/berdayakan-ekonomi-keluarga-untuk-penurunan-stunting/, Rabu, 24 Juli 2024.
  2. https://www.infopublik.id/kategori/nusantara/844465/pemko-palangka-raya-gelar-workshop-pengembangan-pemberdayaan-ekonomi-keluarga, Selasa, 23 Juli 2024.

Catatan:

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Pasal 1 angka 5 telah ditetapkan 5 pilar Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang berisikan kegiatan untuk Percepatan Penurunan Stunting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan melalui pencapaian target nasional prevalensi Stunting yang diukur pada anak berusia di bawah 5 (lima) tahun. Hal tersebut sejalan dengan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Berdasarkan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024 Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Juli 2019 konteks stunting di Indonesia perlu menjadi perhatian dan menjadi strategi nasional karena, diantaranya:

  1. Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
  2. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi stunting Balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018). Sedangkan untuk balita normal terjadi peningkatan dari 48,6% (2013) menjadi 57,8% (2018).
  3. Global Nutrition Report 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Dalam laporan sebelumnya, Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang mengalami beban ganda gizi, baik kelebihan maupun kekurangan gizi.2 Di kawasan Asia Tenggara, prevalensi stunting di Indonesia merupakan tertinggi kedua, setelah Kamboja; dan
  4. Penyebab stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan. Untuk mengatasi penyebab stunting, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup: (a) Komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan; (b) Peran aktif pemerintah dan non-pemerintah; dan (c) Kapasitas untuk melaksanakan. Sehingga, pencegahan stunting memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan konvergen, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung.

Dalam laman Kementerian Sekretariat Negara RI Sekretariat Wakil Presiden https://stunting.go.id/stranas-p2k/ dijelaskan bahwa Strategi Nasional adalah dokumen pemerintah yang memberikan rancangan strategis intervensi percepatan pencegahan Stunting yang terukur dalam kerangka kebijakan dan institusi yang ada. Dengan adanya Stranas, diharapkan semua pihak di berbagai tingkatan paham akan perannya masing-masing serta bekerjasama untuk mempercepat pencegahan Stunting. Selain itu, para pihak juga dapat memastikan adanya keberpihakan pada kesetaraan gender.

Download: Berdayakan Ekonomi Keluarga untuk Penurunan Stunting